REKONSTRUKSI DALAM BIDANG PENDIDIKAN DI INDONESIA

       Rekonstruksi menurut George R. Knight memiliki beberapa prinsip utama, yang intinya adalah : pertama, peradaban dunia sedang berada dalam krisis, dimana solusi efektifnya adalah penciptaan tatanan sosial yang menyeluruh. Kedua, pendidikan adalah salah satu agen utama untuk melakukan rekonstruksi terhadap tatanan sosial, oleh karenanya seorang pendidik rekonstruksionis harus secara aktif mendidik demi perubahan sosial. Ketiga, metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang bertujuan untuk mengenali dan menjawab tantangan sosial. Dari ketiga prinsip ini dapat diketahui bahwa dalam rekonstruksionisme peranan pendidikan sekolah bukanlah sebagai “transmitor”( penyampai) kebudayaan yang bersifat pasif sebagaimana diyakini oleh aliran-aliran yang lebih tradisional tetapi sebagai agen yang menjadi pionir yang aktif dalam melakukan reformasi sosial.

Pendidikan yang ada saat ini menurut pandangan saya merupakan salah satu alat politik untuk tetap mempertahankan status sosial aktor- aktor tertentu, sebagaimana kita ketahui bahwa dalam Kegiatan Belajar Mengajar(KBM) di tingkat pendidikan dasar sampai menengah menggunakan metode pendidikan seperti ceramah (dalam artian guru berbicara dan menjelaskan materi pembelajaran, dan siswa hanya sebagai seorang pendengar). Mengapa hal ini masih tetap eksis dan tak ada satupun yang mampu merubahnya? Pertanyaan tersebut pasti akan timbul pada benak orang-orang yang telah mempelajari filsafat pendidikan( salah satunya memikirkan dan mencari solusi dari masalah diatas). Paulo freire sebagai salah satu filsuf pendidikan menganggap bahwa keadaan diatas adalah merupakan suatu “kebudayaan diam” dimana masyarakat (dalam hal ini peserta didik) di paksa untuk tunduk dan taat pada seorang penguasa (pendidik/ guru) dan mereka (peserta didik) tidak mampu atau berani untuk mempertanyakan keberadaannya, sehingga masyarakat ( peserta didik) hanya bisa menerima keberadaannya secara fatalistis(mutlak).
Sistem pendidikan yang seperti ini oleh Paulo freire dinamakan sebagai pendidikan konsep bank(Banking concept of education). Konsep pendidikan seperti ini menganalogikan peserta didik sebagai sebuah tabungan bagi seorang pendidik. Pendidik selalu memberikan materi-materi pembelajaran dan murid harus menerimanya tanpa terkecuali(dalam artian bahwa murid tidak dirangsang untuk bersifat kritis dan logis/menanyakan kembali apa yang belum dipahami).
Pemahaman seperti inilah yang menurut saya tidak sesuai dengan esensi pendidikan, seharusnya pendidikan itu ada untuk memperbaiki karakter yang kurang baik menjadi baik, dan karakter yang baik menjadi lebih baik lagi. Pendidikan sebagai jambatan untuk pendidik dan peserta didik saling berbagi pengetahuan, tidak hanya peserta didik yang belajar dari pendidik, akan tetapi seorang pendidik haruslah juga belajar dari peserta didik( pendidik harus merangsang,membangun sikap kritis terhadap peserta didiknya), sehingga terciptalah siklus perkembangan keilmuan dan pengetahuan yang progresif. Paulo freire menamakan pemahaman mengenai keadaan nyata yang dialami oleh peserta didik ini sebagai “konsientasi”.
Konsientasi  bertujuan untuk membongkar apa yang disebut sebagai “kebudayaan diam”, yang tadi telah dibahas diawal. Seharusnya pendidikan itu merupakan  “praksis pembebasan”, bukan sebagai alat politik/ alat untuk mempertahankan status quo. Maka Paulo freire membuat konsep yang menentang pendidikan konsep bank, yakni disebut “problem possing method”.
Problem possing method merupakan metode pendidikan yang tidak menindas dan bertujuan untuk membangkitkan kesadaran tentang realitas. Metode ini mengangap bahwa hubungan yang ideal antara guru( pendidik) dan murid( peserta didik) bukanlah hierarkial( penyampain materi pembelajaran dari pendidik kepada peserta didik) sebagaimana pada pendidikan konsep bank( banking concept of education), tetapi merupakan hubungan dialogikal( adanya penyampaian kritikan( berupa pertanyaan atau sanggahan) dari peserta didik terhadap materi pembelajaran atau teknik pembelajaran yang di sampaikan oleh pendidik).
Menurut saya itulah salah satu dari berbagai macam masalah yang ada dalam bidang pendidikan yang dapat dikaji secara sosiologis. Karena permasalahan pendidikan tidak selalu dapat diperhitungkan secara angka, namun juga dengan teori-teori sosiologis yang ada yang dapat membantu untuk mengamati, meneliti kemudian bertindak untuk memperbaiki sesuatu yang mungkin benar atau  mungkin salah didalam lembaga pendidikan dan proses pendidikannya.

*pemikiran dan pengetahuan penulis 

Comments

Popular posts from this blog

Komplementaritas Ilmu dan Pengetahuan

Relasi pendidikan islam dalam melahirkan pemimpin masa depan

Perangkat Elektronik Sebagai Media/Sumber Belajar IPS