Pengertian Epistemologi



Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” dan “logos”. “Episteme” berarti pengetahuan (knowledge), “logos” berarti teori. Dengan demikian, epistomologi secara etimologis berarti teori pengetahuan (Rizal 2001: 16). Epistomologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya. Dengan menyederhanakan batasan tersebut, Brameld dalam Mohammad Noor Syam (1984: 32) mendefinisikan epistomologi sebagai “it is epistemologi that gives the teacher the assurance that he is conveying the truth to his student”. Definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai “epistomologi memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya”. Di samping itu, banyak sumber yang mendefinisikan pengertian epistomologi di antarannya:
a.   Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
b.   Epistomologi adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang terjadinnya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas, dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).
c.   Epistomologi adalah cabang atau bagian filsafat yang membicarakan tentang pengetahuan, yaitu tentang terjadinnya pengetahuan dan kesahihan ataukebenaran pengetahuan.
d.     Epistomologi adalah cara bagaimana mendapatkan pengetahuan, sumber-sumber pengetahuan, ruang lingkup pengetahuan. Manusia dengan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti dari manakah saya berasal? Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam? Apa hakikat manusia? Tolok ukur kebaikan dan keburukan bagi manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana pemerintahan yang benar dan adil? Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada derajat berapa air mendidih? Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya. Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa:
1)     hakikat itu ada dan nyata;
2)     kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu;
3)     hakikat itu bisa dicapai, diketahui, dan dipahami; serta
4)     manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan makrifat atas hakikat itu.

Sumber/referensi:
Suaedi. (2016). Pengantar filsafat ilmu. Bogor: IPB Press

Comments

Popular posts from this blog

Komplementaritas Ilmu dan Pengetahuan

Pengertian Agnostisisme

Relasi pendidikan islam dalam melahirkan pemimpin masa depan